Thursday, April 28, 2016

Jelaskan Teori Masuknya Agama Hindu Budha ke Indonesia?

Jelaskan Teori Masuknya Agama Hindu Budha ke Indonesia?. Terdapat 2 pendapat mengenai masuk dan berkembangnya agama dan kebudayaan Hindu Budha. Pendapat pertama menyebutkan bahwa masyarakat Indonesia bersikap aktif. Mereka ke India untuk mempelajari agama dan kebudayaan India, kemudian kembali menyebarkan kepada masyarakat lainnya.Sementara untuk pendapat kedua mengatakan sebaliknya, yaitu masyarakat Indonesia yang bersikap pasif dan hanya menerima. Dengan kata lain, agama dan budaya Hindu Budha dibawa oleh orang orang India.

Sehubungan dengan pendapat kedua itu, muncul 2 teori mengenai siapa dan bagaimana serta kapan agama dan budaya Hindu Budha masuk di Indonesia. Kedua teori ini adalah teori kolonisasi dan non-kolonisasi.
Jelaskan Teori Masuknya Agama Hindu Budha ke Indonesia?


Teori Kolonisasi
  •  Hipotesis Ksatria
Salah seorang pendukung teori kolonisasi adalah Prof Dr J.L Moens. menurutnya agama Hindu Budha dan kebudayaannya masuk ke Indonesia di bawa oleh orang orang India. Mereka datang ke Indonesia, baik dalam kelompok kelompok besar maupun kelompok kelompok kecil. Mereka kemudian membentuk tempat tempat pemukiman atau koloni di berbagai daerah. Dari tempat tempa pemukiman itulah agama Hindu Budha dan kebudayaannya tersebar dan terserap oleh masyarakat Indonesia. Menurut Moens, orang orang India yang datang menyebarkan ajaran agama ini dan kebudayaannya itu dari kast Ksatria. Oleh karena itu, Moens menyebut hipotesanya dengan sebutan Hipotesa Ksatria. Alasannya, pada abad ke 4 sampai ke 6 selalu terjadi peperangan di India. Akibat sering terjadinya peperangan, mereka dengan terpaksa berlayar mencari daerah baru. Sebgaian dari mereka akhirnya tiba di Indonesia. Dari merekalah agama Hindu Budha dan budayanya tresebar di Indonesia.
  • Hipotesis Wisya
Tokoh lain pendukung teori kolonisasi adalah Prof Dr N. J. Krom yang menyebut hipotesisnya sebagai Hipotesa Waisya. Berbeda dengan Moens, Krom berpendapat bahwa budaya India yang berkembang di Indonesia dibawa oleh kasta waisya. Menurut Krom, sebagai pedagang kasta Waisya terbiasa berdagang ke negara negara lain termasuk Indonesia. Untuk kepentingan usaha dagangannya, mereka sering tinggal cukup lama di daerah daerah yang didatangani. Kesempatan itu digunakan untuk menjalin hubungan persahabatan dengan pihak penguasa dan masyarakat setempat. Bahkan banyak pula diantara mereka yang kemudian kawin dengan wanita wanita setempat. Berawal dari situlah agama Hindu Budha dan budaa India tersebar di Indonesia.

  • Hipotesis Sudra
Berbeda dengan kedua hipotesis diatas, ada pula yang menyebutkan bahwa orang orang India yang datang menyebarkan agama Hindu Budha dan kebudayaannya adalah kasta Sutra. Alasannya, sebagai kasta terendah, mereka merasa tertindas oleh kasta kasta lainnya. Oleh karena itu, sebagian dari mereka mengembara dan akhirnya tiba di Indonesia. Seperti kasta kasta lainnya, kasta sudra pun membentuk pemukiman pemukiman dan menjalin hubungan dengan masyarakat setempat. Lambat laun terjadilah akulturasi kebudayaan di antara keduannya. Dari adanya akulturasi itu, banyak kosa kata dari bahasa Tamil (Dravida) yang terserap ke dalam bahasa Indonesia, diantaranya kata bengala, apam, kedai, pendekar, dan kuil.

Teori kolonisasi diperkuat dengan adanya pemukiman orang India yang tersebar di beberapa kota pelabuhan di pulau Jawa, Sumatra, Kalimantan, dan Sulawesi. Pemukiman pemukiman itu biasanya disebut sesuai dengan asal mereka di India, antara lain pemukman Keling, Singhala, Anyaka, Pandikara, dan Dravida.

Teori Non-Kolonisasi

  • Hipotesis Brahmana

Teori kolonisasi pada awalnya diterima oleh banyak pihak. Namun, dengan kemajuan kemajuan dalam penelitian, teori kolonisasi menjadi lemah. Salah seorang tokoh yang merasa keberatan adalah J.C.Van Leur. Ia kemudian dikenal sebagai pencetus teori non-kolonisasi.
Keberatan Van Leur didasarkan pada alasan alasan sebagai berikut:

  1. Setiap kolonisasi biasanya didahului dengan penaklukan penaklukan. Penaklukan itu berlanjut dengan terbentuknya koloni, biasanya dicatat sebagai suatu kemenangan. Catatan catatan demikian, sama sekali tidak ditemukan, baik di Indonesia maupun di India.
  2. Terbentuknya koloni, biasanya disertai dengan pemindahan segala unsur budaya dari negara asalnya. Misalnya, sistem pembagian kasta, bentuk rumah, tata kota dan bahasa pergaulan.
Pada kenyataanya unsur unsur budaya masyarakat di Indonesia berbeda dengan di India. Tidak dapat dipungkiri bahwa pedagang pedagang, India memang banyak yang menetap. Akan tetapi. pemukiman mereka hanya berupa perkampungan perkampungan khusus yang hingga sekarang masih ada. Kedudukan mereka tidak berbeda dengan anggota masyarakat lainnya. Adapun hubungan orang orang India itu dengan para penguasa setempat hanya terbatas pada kegiatan perdagangan. Dengan demikian, dari mereka tidak dapat diharapkan pengaruh budaya yang membawa perubahan perubahan dalam bidang ketatanegaraan maupun agama.

Walaupun Van Leur berpendapat demikian, ia juga mengakui bahwa unsur unsur budaya India memang terdapat pula dalam budaya Indonesia. Untuk kenyataan ini di lebih cenerung untuk berpendapat bahwa, masuknya budaya India ke Indonesia dibawa oleh kasta Brahmana. Oleh karena itu, hipotesisnya disebut dengan Hipotesis Brahmana. Golongan Brahmana itu datang atas undangan para penguasa setempat. Dalam perkembangan selanjutnya, orang orang Indonesia pergi juga ke India untuk mempelajari agama dna budaya masyarakat India.

  • Hipotesis Gabungan 
Tokoh lain pendukung teori nonkolonisasi adalah Prof Dr F. D. K. Bosch. Setelah mengadakan atas unsur unsur budaya India dalam budaya Indonesia, Bosch berpendapat bahwa yang membawa budaya India ke Indonesia adalah golongan cendikiawan. Untuk proses pencampuran budaya India dengan Indonesia, ia menebutnya sebgai istilah penyuburan. Ada 2 jenis penyuburan, yaitu melalui biksu dan brahmana. Pengenalan budaya India kepada masyarakat Indonesia mula mula oleh para biksu agama Budha, Mereka menyebar ke berbagai negara melalui jalan jalan yang dirintis oleh para pedagang. Para pendeta iu melalui celah Kaiber. Sebagian akhirnya  tiba di tibet, Muangthai, Birma, Kamboja, Indo-Cina, dan Indonesia.

Menurut Bosch, dalam perkembangan selanjutnya telah terjadi suatu gejala "arus balik", yakni para biksu di negara negara asing itulah yang pergi ke India. Kepergian mereka ke India karena diundang maupun aras inisatif sendiri untuk mendalami agama yang dianutnya.

Pihak kedua yang mengenalkan budaya India kepada masyarakat negara lain termasuk masyarakat Indonesia adalah para pendeta agama Hindu (brahmana). Berbeda dengan para biksu agama Budha, para brahmana agama Hindu tidak dibebani kewajiban menyiarkan agama yang dianutnya.